Minggu, 04 Mei 2014

Rangkuman BAB II dan BAB III (Teknik Tegangan Tinggi AC dan DC)

File Powerpoint hasil rangkuman materi kuliah Teknik Tegangan Tinggi BAB II mengenai Teknik Tegangan Tinggi AC dan BAB III mengenai Teknik Tegangan Tinggi DC dapat diunduh pada alamat Link berikut ini :

BAB II -- Teknik Tegangan Tinggi AC ---> KLIK

BAB III -- Teknik Tegangan Tinggi DC ---> KLIK

Soto Daging Ponorogo yang Joss gandhos..



Nama Usaha : Soto Ponorogo
Lokasi : Jl. Kedungturi no.32 Taman Sepanjang Sidoarjo

Soto merupakan makanan yang cukup cepat dan praktis dalam penyajiannya, jadi tidak membuat pengunjung lama menunggu.
Kerja keras dan ketekunan Bu Yanti

Adalah Ibu Yanti, ibu dengan 3 orang anak ini hamper setiap hari berjualan Soto Daging di Jl. Kedungturi No. 32 Taman Sepanjang Sidoarjo. Beliau mulai menggelar warung sotonya yang bersifat semi permanen pada pagi hari sebelum jam 06.00 dan siap melayani para konsumen yang mampir untuk sarapan pagi. Ibu Yanti mengkhususkan diri dengan produk Soto Daging, dengan nama warung ‘SOTO DAGING PONOROGO’. Namun ketika kami korek keterangan dari beliau, Ibu Yanti bukanlah berasal dar Ponorogo, melainkan asli Sidoarjo, hehehe
Lha terus gimana kok bisa berjualan soto ponorogo?
Beliau ternyata tidak pula belajar di ponorogo langsung, atau berguru kepada orang yang ahli meracik soto daging, beliau menuturkan belajar membuat soto daging ponorogo ini secara otodidak, melalui membaca buku resep masakan, berkali-kali trial and error, membutuhkan sekian waktu, dengan perbaikan dari masukan konsumennya, hingga sekarang rasa sotonya joss gandhos .. dan selalu dijaga kualitasnya oleh Bu Yanti ini karena beliau langsung sendiri lah yang meracik semua bumbunya.

Hal ini dibuktikan dengan konsumen nya yang selalu mengalir, habis keluar satu kenyang makan soto, dating lagi yang laiinya, begitu..  dan rata-rata konsumennya memang sudah langganan makan disitu, dapat dilihat dari begitu akrabnya bu Yanti sembari melayani Soto saling mengobrol dengan pelanggannya mengenai berbagai hal, dari Politik, ekonomi, pembangunan jalan, banjir, dll hehehe

Beberapa yang berhasil ilhamte dapat dari penuturan bu Yanti mengenai usaha Soto ini jika dirangkum antara lain :

TENTANG USAHA SOTO
Sebelum memilih jalan untuk memulai usaha soto ini, langkah pertama yaitu merinci modal dengan akurat, karena ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan keuntungan secara tepat.
Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dari usaha soto yang harus dipahami,
  1. Soto dapat disajikan kapan saja, baik pagi-siang-malam, tidak ada batasan waktu untuk berjualan soto.  Perhatikan kesempatan dan jam laris dengan disesuaikan kemampuan sendiri.  
  2. Sangat banyak penjual soto. Kita harus bisa menonjol di market yang kita sasar. Kalau menurut ilhamte, soto itu ibarat RED OCEAN, dimana sudah banyak sekali pesaing, bagaimana caranya agar kita mempunyai value yang lebih atau cirri khas dibandingkan pesaing, sehingga konsumen akan datang ke Soto kita.
    Misalnya : rasa harus dijaga, kebersihan mutlak harus terpenuhi, pelayanan ramah, dll

Bu Yanti juga mengutarakan tentang pemasaran usahanya, ia biarkan mengalir seperti normalnya. Pemasaran dari mulut ke mulut merupakan cara paling efektif, untuk itu manfaatkan jaringan teman-teman terdekat sebagai sarana untuk mempromosikan usaha. Dengan begitu kita tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk menyebarkan informasi kepada orang lain. Hal ini pastinya dimulai dengan kualitas produk yang bagus, sehingga secara otomatis pelanggan akan menyebarkan secara tidak sengaja kepada yang lain, dan diajak untuk makan di Soto kita. Hmmm.. hebat ya..

KUNCI SUKSES
Buatlah Soto yang memiliki ciri khas dan berbeda dengan produk lain. Jika usaha Anda sudah semakin laris usahakan untuk terus mempertahankan kualitas rasa dengan begitu pengunjung akan setia kembali ke tempat Anda. Semoga dapat menginspirasi kita untuk memulai menjalankan bisnis.


Perhitungan kasar usaha Soto Daging Ponorogo

Modal awal
Bahan baku                               Rp 2.000.000,00
Gerobak                                  Rp 1.500.000,00
Peralatan                                Rp   900.000,00
Lain – lain                              Rp    25.000,00 +
Jumlah                                   Rp 3.925.000,00

Biaya Operasional / bulan
Pembelian bahan baku @ Rp 200.000,00 x 30             Rp 6.000.000,00
Gas Elpiji           @ Rp  15.000,00 x 6 tabung       Rp    90.000,00
Lain – lain                                           Rp    10.000,00+
Jumlah                                                Rp 6.100.000,00

Pemasukan
Omset/ bulan   ( 50 porsi x Rp 7.000,00 ) x 30 =      Rp 10.500.000,00

Laba bersih / bulan
Rp 10.500.000,00 – Rp 6.100.000,00 =                   Rp 4.400.000,00

BEP
(modal awal : laba bersih per bulan) = < 3 bulan

Selasa, 29 April 2014

Cita Citaku



Cita Citaku

20 tahun lalu, jika saya ditanya oleh saudara atau orang tua saya, --istilahnya ‘dikudang’
“suk gedhe jadi meh dadi opo nang?”
saya menjawab dengan lugu dan polosnya
“dadi tentara. Trus omahe meh tak bom, soale omah e elek, bar kui meh tak bangun meneh sing apik..”

Jawaban yang menggelitik untuk seorang anak berumur 3-4 tahun. Saya rasa karena lingkungan sekitar saya dimana sering diceritakan bahwa tentara (terlebih yang mengendarai pesawat terbang), adalah sebuah profesi idaman  Baik AD, AL, maupun AU, di kampung, kami semua menyebutnya dengan satu nama  : TENTARA

Seiring waktu berjalan, memasuki masa SD, SMP, orientasi cita-cita saya pun mulai bercabang, menjadi terlalu banyak pilihan dan kesempatan. Tidak seperti jaman kecil yang tahu nya tentara saja, hehehe

  • Saya ingin jadi Ilmuwan, meneliti sesuatu, dan berguna bagi orang banyak.
  • Saya ingin jadi pengusaha, punya perusahaan, dan punya banyak kawan yang bekerja sama dengan saya.
  • Saya ingin jadi bla bla bla.. dan lain lain..

Hingga akhirnya, lulus SMA, saya ingin memfokuskan diri menjadi Dokter. Seleksi masuk perguruan tinggi saya ikuti sebagai jalan cita-cita saya, saya pilih jurusan fakultas kedokteran di beberapa universitas.
2 kali SNMPTN, dan beberapa kali Ujian masuk, tidak satupun fakultas kedokteran yang berhasil saya tembus. Idealis memang. Tapi itulah jalan yang ‘pernah’ saya pilih.

Dan ditengah keputusasaan itu, saya ingin membuka usaha Servis Elektro sendiri dirumah! Sumpah! Padahal kemampuan saya servis elektronik hanya sebatas Ekstra Kulikuler waktu SMA. hahahahaha....

Lambat-laun, idealis saya mulai beralih ke Realistis, saya yang dulu sangat anti kepada PNS, Pegawai Negeri, atau Instansi Pemerintahan, tak pernah terpikirkan bahwa akan bergelut dengan hal itu di hari-hari ini.

Jika ada yang bertanya cita-cita saya kedepannya?


Suatu saat nanti saya ingin kembali ke kampung halaman saya, membuat usaha rumah makan, punya kebun yang bisa saya tanami dengan pepohonan buah-buahan dan sayur-sayuran, punya tempat untuk beternak, dan bisa travelling atau touring dengan keluarga dan teman-teman saya.
Ya saya suka touring. Dan jika anda tahu, saya ingin touring 1000 tahun lagi.

~ sidoarjo, 30 April 2014

Kamis, 10 April 2014




TEGANGAN TINGGI





Oooh.. tegangan televisi ini 220 volt...


Ya, kita sering menyebut istilah "tegangan" pada peralatan, yang mana tegangan pada peralatan rumah tangga yang biasa kita gunakan, adalah tegangan rendah, atau tegangan operasional.


Adapun tingkat tegangan diatas tegangan rendah adalah tegangan Menengah dan Tegangan Tinggi.



Yang akan kita bahas berikut ini dibatasi pada tegangan Tinggi saja.



Tegangan tinggi adalah semua tegangan yang dianggap cukup tinggi oleh para teknisi listrik sehingga diperlukan pengujian dan pengukuran dengan tegangan tinggi yang semuannya bersifat khusus dan memerlukan teknik-teknik tertentu (subyektip), atau dimana gejala-gejala tegangan tinggi mulai terjadi (obyektip).



Standar tegangan tinggi di dunia umumnya berbeda-beda, tergantung kemajuan negaranya masing-masing. Di Indonesia, level tegangan dibagi menjadi 4 macam, yakni: Tegangan Rendah (220-380 V), Tegangan Menengah (7-20 kV), Tegangan Tinggi (30-150 kV), dan Tegangan Extra Tinggi (500 kV). Untuk transmisi biasa digunakan Tegangan Tinggi dan Extra Tinggi sedangkan untuk distribusi menggunakan Tegangan Rendah dan Menengah.


Dalam Teknik Tegangan Tinggi, pokok masalah yag sering dibahas antara lain :
  1. Teknik pembangkit dan pengujian tegangan tinggi, termasuk antara laen klasifikasi pengujian H.V. dalam laboratorium,pembangkit dan pengujian dengan tegangan A.C. pembangkitan dan pengujian dengan tegangan D.C . pembangkit dan pengujian dengan tegangan impuls.
  2. Koordinasi isolasi, yang menyangkutr persoalan-persoalan koordinasi isolasi antara peralatan listrik di satu pihak dan alat-alat pelindung di lain pihak. 
  3. Beberapa gejala tegangan tinggi, dimana antara laen akan dibahas soal-soal korona(corona), gangguan radio(radio interfence),gangguan televise (television interference) dan gangguan berisik(audible noise). 
  4. Beberapa komponen peralatan tegangan tinggi, misalnnya isolator, bahan-bahan dielectric,bushing, dan sebagainnya 
  5. Instrumentasi tegangan tinggi , misalnnya osilograf dan meter-meter khusus untuk pengukuran tegangan tinggi 
  6. Surja hubung, yang berhubungan dengan naiknnya tegangan sejalan dengan kenaikan tenaga yang harus disalurkan, memegang peranan yang menentukan dalam penetapan isolasi. 


PENGUJIAN TEGANGAN TINGGI


Pengujian tegangan tinggi perlu dilakukan untuk beberapa tujuan, diantaranya:
  1. Menemukan bahan (di dalam atau yang menjadi komponen suatu alat tegangan tinggi) yang kurang baik kualitasnya, atau cara pembuatannya salah.
  2. Memberikan jaminan bahwa alat-alat listrik dapat dipakai pada tegangan normalnya dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
  3. Memberikan jaminan bahwa isolasi alat-alat dapat tahan terhadap tegangan lebih (yang didapati dalam praktek operasi sehari-hari) untuk waktu terbatas.

Pengujian tegangan tinggi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan pengaruhnya terhadap bahan yang diujikan, yakni destruktif (merusak) dan non destruktif.
Pengujian non destruktif adalah pengujian yang tidak merusak bahan. Contohnya Uji tahanan isolasi, faktor rugi-rugi dielektrik, korona, konduktivitas, medan elektrik, dan lain-lain.

Pengujian destruktif terdiri dari tiga tahap.
  1. Withstand Test (Uji Ketahanan). Pada tes ini, alat/bahan akan diberikan tegangan dalam jangka waktu tertentu. Jika tidak terjadi lompatan api, maka pengujian dianggap memuaskan.
  2. Discharge Test (Uji Pelepasan). Pada tes ini, alat/bahan diberikan tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan sebelumnya. Tegangan terus dinaikkan hingga terjadi pelepasan pada benda yang diujikan.
  3. Breakdown Test (Uji Kegagalan). Pada tes ini, tegangan yang diberikan terus dinaikkan hingga terjadi kegagalan pada bahan/alat yang diujikan.
Berdasarkan jenis tegangannya, pengujian tegangan tinggi dibagi menjadi dua jenis, pengujian tegangan tinggi AC dan pengujian tegangan tinggi DC. Untuk tegangan AC, dibedakan berdasarkan frekuensi tinggi atau rendah.


Pengujian tegangan tinggi AC frekuensi rendah dilakukan untuk menyelidiki apakah peralatan listrik yang terpasang pada jaringan tegangan tinggi dapat menahan tegangan yang melebihi tegangan operasinya untuk waktu yang terbatas. Hal ini dilakukan karena tidak selamanya tegangan yang diberikan ke peralatan tersebut stabil. Ada kalanya tegangan yang diberikan melebihi batas nominalnya karena putusnya kawat saluran atau hal lainnya.



Pengujian tegangan tinggi AC frekuensi tinggi dilakukan untuk berbagai menguji adanya kerusakan-kerusakan mekanis (keretakan, kantong udara, dan lain-lain) pada isolator, terutama isolator porselen. Tegangan tinggi ini memungkinkan adanya lompatan api pada isolator tersebut. Frekuensi tinggi memungkinkan terjadinya rambatan pada kulit isolator yang diuji. Apabila isolator yang diuji tidak terdapat kerusakan mekanis, maka arus akan merambat melalui permukaan isolator. Apabila isolator yang diuji mengalami kerusakan mekanis, tidak akan terlihat percikan api pada bagian kulit karena arus merambat melalui bagian dalam isolator yang mengalami keretakan (adanya rongga udara).


Tegangan tinggi DC juga perlu diuji. Meskipun tegangan ini tidak banyak digunakan pada sistem transmisi karena mahal dan sulit mentransformasikan level tegangannya, tegangan ini memiliki kelebihan jika digunakan pada sistem transmisi, antara lain:
  1. Dengan tegangan puncak dan rugi daya yang sama kapasitas penyaluran dengan tegangan searah lebih tinggi diibandingkan dengan tegangan bolak balik
  2. Pengisolasian tegangan searah lebih sederhana
  3. Daya guna (efisiensi) lebih tinggi karena faktor dayanya = 1
  4. Pada penyaluran jarak jauh dengan tegangan searah tidak ada persoalan perubahan frekuensi dan stabilitas
  5. Untuk rugi korona dan radio interferensi tertentu tegangan searah dapat dinaikkan lebih tinggi daripada tegangan bolak balik
Pada tegangan tinggi, terdapat berbagai fenomena-fenomena yang terjadi, diantaranya:
  • Sparkover, merupakan peristiwa pelepasan benda akibat tegangan tinggi yang tidak melalui permukaan. Contohnya pada isolasi cair.
  • Flashover, merupakan peristiwa pelepasan benda akibat tegangan tinggi yang melalui permukaan.
  • Korona, merupakan peristiwa ionisasi molekul-molekul udara diantara dua kawat sejajar bertegangan tinggi, karena medan listrik yang kuat. Medan listrik itu akan mempercepat elektron, sehingga menumbuk molekul-molekul lain dan mengakibatkan terlepasnya ikatan muatan positif dan muatan negatif.
  • Skin effect, merupakan peristiwa mengalirnya arus di kulit konduktor, akibat tegangan dengan frekuensi tinggi.
Salah satu peralatan yang digunakan untuk pengujian ini adalah transformator penguji. Trafo ini berbeda dengan trafo daya.

Ciri-ciri trafo penguji antara lain: perbandingan jumlah lilitan lebih besar dibandingkan dengan trafo daya, kapasitas kVA-nya kecil dibandingkan dengan kapasitas trafo daya. Biasanya dipakai transformator satu fasa, karena pengujian dilakukan fasa demi fasa.

Karena udara merupakan media isolasi yang paling banyak digunakan dalam teknik tegangan tinggi, perlu diteliti bagaimana karakteristik udara akibat kenaikan tegangan yang diberikan. Hal ini berguna untuk perencanaan instalasi listrik. Kegagalan yang terjadi pada isolasi disebabkan oleh beberapa hal, seperti kerusakan mekanis, isolator yang sudah lama dipakai sehingga berkurang kekuatan dielektriknya, atau karena tegangan lebih. Tegangan tembus dari isolasi udara ini dipengaruhi bentuk elektroda dan juga jarak antar dua elektroda tersebut.



Nilai tegangan tembus akan semakin tinggi apabila jarak antar elektroda semakin besar. Tegangan tembus juga lebih besar saat elektroda yang digunakan bertipe bola-flat.
  • Pada tipe bola-flat, tegangan tembusnya lebih besar karena bentuk geometris elektroda bola. Bentuknya yang seperti itu menyebabkan distribusi muatan tersebar di seluruh permukaan bola. Elektron akan sulit terlepas dari elektroda ini. Dan untuk melepaskan elektronnya (menyebabkan terjadinya lompatan api), dibutuhkan energi yang besar. Oleh sebab itulah tegangan tembusnya juga semakin besar.
  • Pada tipe jarum-flat, tegangan tembusnya lebih kecil karena bentuk geometrisnya. Elektron-elektron memiliki kecenderungan untuk berkumpul di titik sudut. Karenanya, tipe jarum ini sangat memungkin elektron-elektron berkumpul di bagian ujung elektrodanya. Elektron akan lebih mudah terlepas dari elektroda dan menimbulkan lompatan api. Sehingga energi yang dapat menyebabkan terjadinya lompatan api tidak terlalu besar dibandingkan bentuk bola, tegangan tembusnya pun lebih kecil.
Untuk pengaruh jarak antar elektroda dan tegangan tembus, berkaitan dengan medan listrik yang berada diantara elektroda. Seperti yang diketahui, medan listrik secara matematis merupakan perbandingan antara tegangan antar elektoda dengan jaraknya. Nilai medan listrik yang menyebabkan terjadinya lompatan api, dipengaruhi oleh karakteristik suhu dan kerapatan udara, sehingga nilainya cenderung tetap.

Oleh karena itu, apabila jarak antar elektroda semakin kecil, maka tegangan tembusnya juga semakin kecil. Apabila jarak antar elektroda semakin besar, maka tegangan tembusnya juga besar. Penjelasan lain adalah, apabila jarak antar elektroda kecil, energi yang diperlukan untuk mendorong terjadinya ionisasi diantara dua elektroda itu kecil. Jadi hanya dibutuhkan tegangan tembus yang kecil agar bisa menyebabkan terjadi lompatan api. Sebaliknya jika jarak antar elektroda besar, molekul-molekul udara yang harus diionisasi agar bisa menciptakan lompatan api sangat banyak, membutuhkan energi besar untuk mengionisasinya. Sehingga tegangan tembusnya tinggi.


KOORDINASI ISOLASI


Persoalan isolasi adalah salah satu dari beberapa persoalan yang terpenting dalam teknik tenaga listrik pada umumnya dan teknik tegangan tinggi pada khususnya, oleh karena ia menyangkut persoalan pokok bidang teknik dan ekonomi.


Koordinasi isolasi dapat didefenisikan sebagai korelasi antara daya isolasi alat-alat dan sirkuit listrik di satu pihak dan karakteristik alat-alat pelindungnya di lain pihak, sehingga isolasi tersebut terlindung dari bahaya-bahaya tegangan lebih secara ekonomis. Koordinasi isolasi dinyatakan dalam bentuk langkah-langkah yang diambil untuk menghindarkan kerusakan terhadap alat-alat listrik karena tegangan lebih dan membatasi lompatan sehingga tak menimbulkan kerusakan terhadap alat-alat listrik dan karakteristik alat-alat pelindung terhadap tegangan lebih, yang masing-masing ditentukan oleh tingkat ketahanan impuls dan tingkat perlindungan impulsnya.


Koordinasi isolasi mempunyai dua tujuan :
1. Perlindungan terhadap peralatan
2. Penghematan (ekonomi)

Oleh karena perlindungan bertujuan ekonomi pula, maka kedua tujuan tersebut disatukan menjadi satu tujuan : ekonomi, hal ini berlaku untuk semua masalah dalam bidang perlindungan. Dalam hal koordinasi isolasi, yang dituju ialah sebuah sistem tenaga listrik yang bagian-bagiannya, masing-masing dan satu sama lain, mempunyai daya isolasi yang diatur sedemikian rupa, sehingga dalam setiap kondisi operasi, kwalitas pelayanan (penyediaan) dicapai dengan biaya seminimum mungkin. Biaya peralatan yang dimaksud terdiri dari biaya pertama peralatan (first cost), biaya kerusakan, biaya pelayanan berhenti (outages),biaya penurunan dan penaikan kwalitas pelayanan.

KARAKTERISTIK KOORDINASI
  • Dalam hal kemampuan isolasi untuk menghadapi surja hubung dan surja petir maka yang berperan adalah kemampuan isolasi terhadap kenaikan tegangan yang dikenakan padanya.
  • Dalam pengoperasian normal isolasi peralatan sistem tenaga ditentukan sesuai dengan tegangan kerja (kelas tegangan) dimana peralatan itu beroperasi.
  • Pengaman petir dan dan surja hubung memerlukan penetapan dari level tegangan yang disebut level tegangan shunt, yaitu perangkat pengaman seperti arrester.
  • Batas ketahanan impuls petir yang disebut sebagai Basic Impulse Level(BIL) adalah ketentuan untuk setiap sistem tegangan nominal dari berbagai peralatan.
  • Semua peralatan dan komponen-komponennya harus mempunyai BIL di atas level sistem proteksi, sesuai margin. Nilai batas ini biasanya ditentukan berdasarkan isolasi udara dengan metoda statistik.
  • Untuk peralatan yang bukan isolasi seperti trafo isolasi, batas margin batas margin ditetapkan berdasarkan metoda konvensional.

SEJARAH PERKEMBANGAN

Sebelum perang dunia ke-1 koordinasi isolasi mendapat perhatian sedikit sekali dan sukar dapat dilaksanakan karena tidak adanya data pokok yang diperlukan. Sedikit sekali diketahui mengenai karakteristik petir dan saluran transmisi dan pengaruhnya pada peralatan tenaga. Lebih kurang lagi pengetahuan para insinyur mengenai daya isolasi peralatan itu sendiri terhadap petir, dan karakteristik alat-alat pelindung (terutama arrester petir) serta penerapannya belum benar-benar dimengerti. 

Akibatnya ialah bahwa cara mengisolasi adalah cara mencoba-coba (rule-of-thumb) belaka, sehingga ada bagian-bagian yang isolasinya kurang, sedangkan ada bagian-bagian yang isolasinya berkelebihan. Di Amerika Serikat tendensinya pada waktu itu adalah menaikkan isolasi pada jala-jala transmisi dan mengurangi isolasi peralatan di gardu. Hal ini tentu mengakibatkan banyaknya lompatan api terjadi pada peralatan tersebut.


Dalam masa tiga puluh tahun sesudah itu dilakukan penyelidikan dan riset yang menghasilkan :

  1. Penemuan sifat petir pada transmisi dan karakteristiknya pada waktu mendekati gardu.
  2. Penentuan daya isolasi peralatan, bukan saja peralatan yang berisolasikan udara, misalnya isolator dan bushing, tetapi juga peralatan yang lebih sulit dan mahal, seperti trafo, bushing istimewa,dll.
  3. Penemuan tegangan impuls standard dan cara pengujian trafo untuk menentukan daya impulsnya.
  4. Karakteristik alat-alat pelindung terutama arrester dari hasil-hasil pengujian di lapangan surja arus petir (besar dan kecepatannya naik) ditetapkan, tingkat perlindungan arrester ditentukan dan dipakai dalam koordinasi isolasi.
  5. Dengan ditetapkannya gelombang impuls standar dan dengan diketemukannya osilograp maka didapatkan data lain yang diperlukan guna memecahkan persoalan koordinasi isolasi, misalnya karakteristik volt-waktu dari isolasi dan peralatan, tingkat perlindungan dari arrester untuk bentuk gelombang yang beraneka ragam, karakteristik impuls dari udara (isolator, bushing, dsb)
  6. Penentuan tingkat isolasi impuls dasar (Basic Impulse Insulation Level, disingkat BIL) yang didefenisikan sebagai “tingkat-tingkat patokan (reference levels) dinyatakan dalam tegangan puncak impuls dengan gelombang standar.

PRINSIP DAN PENGERTIAN DASAR

Rasionalisasi dari pada daya isolasi suatu sistem dan implementasi dari pada koordinasi isolasi menyangkut prinsip-prinsip tertentu yang di dalam prakteknya berupa aturan-aturan sebagai berikut :

  1. Arrester petir (lightning arrester) dipakai sebagai alat pelindung pokok.
  2. Tegangan sistem mempunyai tiga harga :a)Tegangan nominal
    b) Tegangan dasar (rated)
    c) Tegangan maksimum.
  3. Ada dua macam sistem : yang netralnya diisolasikan (isolated neutral system) dan yang dibumikan secara efektif (effectively grounded system). Pada kedua sistem ini tegangan-transmisi maksimumnya dapat mencapai 105% dari tegangan dasar.
  4. Tegangan dasar (rating) yang dipakai pada arrester adalah tegangan maksimum frekuensi rendah (50 c/s) di mana arrester tersebut bekerja dengan baik. Pada sistem terisolasi, arrester harus mempunyai tegangan dasar maksimum tidak melebihi tegangan dasar penuh atau arrester 100%. Pada sistem yang dibumikan, tegangan dasar maksimum dari pada arrester dapat diturunkan menjadi 80% dari tegangan sistem maksimum. Cara dan aplikasi khusus memungkinkan pemakaian arrester 75-80%.
  5. Dalam penentuan isolasi trafo, dipakai isolasi yang dikurangi (reduced insulation), yaitu tingkat isolasi yang lebih rendah dari pada apa yang telah ditetapkan dalam standar seperti yang terdapat pada Tabel.
  6. Dua unsur utama koordinasi isolasi yang penting ialah karakteristik volt waktu dari isolasi yang harus dilindungi dan karakteristik pelindung dari arrester. Pada tegangan tinggi sekali (EHV, UHV) ada dua pasang karakteristik yang perlu diperkatikan, satu untuk surja petir dan satu lagi untuk surja bubung. 



Kelas Referensi
BIL
80% BIL
(kV)
(kV)
(kV)
1.2
30
24
8.7
75
60
12
95
76
23
150
120
34.5
200
160
66
250
200
49
350
280
92
450
360
115
550
440
138
650
520
161
150
600
180
825
660
196
900
720
230
1050
840
260
1175
940
287
1300
1040
345
1550
1240
 Tabel Tingkat BIL Berdasrkan Tegangan Sistem


Dengan karakteristik isolasi dan karakteristik arrester dapat disusun suatu sistem pengaman yang terkoordinasi. Tegangan operasi proteksi harus lebih kecil dari tegangan tembus isolasi. Koordinasi antara kemampuan isolasi dan pengaman sistem ditentukan dengan Basic Insulation Level (BIL).

KARAKTERISTIK ALAT PELINDUNG

Alat pelindung berfungsi melindungi peralatan tenaga listrik dengan cara membatasi surja (surge) tegangan lebih yang datang dan mengalirkannya ke tanah. Berhubungan dengan fungsinya itu ia harus dapat menahan tegangan sistem 50 c/s untuk waktu yang tak terbatas, dan harus dapat melakukan surja arus dengan tak merusaknya. Kecuali itu sebuah alat pelindung yang baik mempunyai ”protekctive-ratio” yang tinggi, yaitu perbandingan antara tegangan surja maksimum yang diperbolehkan pada waktu pelepasan dan tegangan sistem 50 c/s maksimum yang dapat ditahan sesudah pelepasan (discharge) terjadi.

Gelombang surja merupakan suatu gelombang impuls tegangan yang melonjak dan merambat dari titik sumbernya berarah radial sepanjang penghantar.








Titik A merupakan besar amplitude gelombang surja yang dapat ditahan oleh isolator dan titik B untuk tanduk busur apinya. Fungsi dari tanduk busur api adalah melindungi isolator dari tegangan tembus yang disebabkan oleh gelombang surja.

Bila amplitude tegangan telah mencapai titik B, maka terjadi pelepasan muatan listrik (discharge) dari tanduk yang terhubung ke penghantar ke tanduk yang terhubunga ke bumi (grounding) yang menimbulkan loncatan api.


Karakteristik Alat Pelindung Sederhana

Sela batang adalah alat pelindung yang paling sederhana. Sela ini diadakan oleh dua buah batang logam yang mempunyai penampang tertentu (biasanya persegi), yang satu dihubungkan dengan kawat transmisi, satunya dihubungkan dengan tanah. Keuntungan dari sela batang ialah bentuknya yang sederhana, mudah dibuat dan kuat (rugged). Cacadnya ialah bahwa sekali terjadi percikan karena tegangan lebih, api timbul terus meskipun tegangan lebihnya sudah tidak ada. Oleh sebab itu sirkuit harus diputus terlebih dahulu untuk menghentikan percikan api tersebut. Kecuali itu tegangan gagalnya naik lebih tinggi dari pada isolasi yang dilindunginya untuk gelombang yang curam

Oleh karena itu sela batang dapat dipakai sebagai perlindungan cadangan (back-up protection) atau dalam kombinasi dengan CB (circuit breaker) yang mempunyai kecepatan menutup kembali (sesudah dibuka) yang tinggi (high-speed recluse operation). Sekarang sela batang masih dipakai terutama guna melindungi CB dalam keadaan terbuka terhadap pukulan petir.


KARAKTERISTIK ISOLASI

Dengan bertambahnya waktu maka kemampuan menahan tegangan dari isolasi semakin menurun. Agar tidak terjadi kerusakan atau tegangan tembus pada isolasi, maka tegangan lebih dijaga lebih kecil dari tegangan tembus (breakdown) isolasi.

Bila VS(t) adalah amplitude tegangan gelombang surja dan Vi(t) kemampuan menahan tegangan isolasi, dengan visualisasi Gambar 2, titik D adalah amplitude gelombang surja yang telah mencapai tegangan tembus isolasi pada waktu tD (VS(t) = Vi(t)). 





PENERAPAN ARRESTER

Gangguan surja petir merupakan salah satu gangguan alamiah yang akan dialami sistem tenaga listrik, dan salah satu metode untuk mengatasinya yaitu dengan menggunakan peralatan proteksi arrester.


Arrester ini bekerja dengan mengimplementasikan resistor nonlinier yang mempunyai nilai yang besar untuk peralatan listrik dari tegangan yang berlebihan dari petir. Pada saat sparkover maka tegangan akan turun dan tegangan residu arus discharge. Besarnya nilai sparkover dan tegangan residu arusnya tergantung dari karakteristik arrester yang digunakan.



Agar pemakaian arrester dalam koordinasi isolasi dapat memberikan hasil yang maksimal perlu diikuti azas-azas berikut :

  1. Sebagai disinggung dimuka tegangan dasar 50c/s daripada arrester dipilih sedemikian rupa sehingga nilainya tidak dilampaui pada waktu dipakai, baik dalam keadaan normal maupun hubung singkat.
  2. Arrester ini akan memberikan perlindungan bila ada selisih (margin) yang cukup antara tingkat arrester dan peralatan.
  3. Arrester harus dipasang sedekat mungkin kepada peralatan utama dan tahanan tanahnya rendah.
  4. Kapasitas termis arrester harus dapat meneruskan arus besar yang berasal dari simpanan tenaga yang terdapat dalam saluran yang panjang.
  5. Jatuh tegangan maksimum dari arrester dipakai sebagai tingkat perlindungan arrester (bukan jatuh tegangan rata-rata)
  6. Sebuah harga tegangan pelepasan arus petir harus ditetapkan untuk menentukan tingkat perlindungan arrester yang harus dikoordinasikan dengan BIL sekarang dipakai 2 macam arus : 5000 A dan 10000 A
  7. Pengaruh dari sejumlah kawat (multiple-lines) dalam melindungi kegawatan petir pada gardu perlu diperhatikan pada penerapan arrester.
  8. Bila ada keragu-raguan mengenai kemampuan 50 c/s dari arrester, maka sejumlah persentase ditambahkan pada harga yang dihitung atau ditetapkan untuk arrester. Sekarang masih dipakai 10%.
Selisih antara BIL isolasi yang harus dilindungi dan tegangan maksimum yang terjadi pada arrester adalah persoalan yang banyak dibicarakan, karena banyak faktor yang perlu diperhatikan antara lain :
  • Tegangan gagal ditentukan oleh kecepatan naiknya tegangan.
  • Tegangan pelepasan ditentukan oleh kecepatan naiknya arus surja dan besarnya arus surja tersebut.
  • Jarak antara arrester dan isolasi yang harus dilindungi mempengaruhi besarnya tegangan yang sampai pada isolasi tersebut.
Kegawatan surja tergantung baik buruknya perlindungan terhadap gardu, tingkat isolasi dardu dan isolasi kawat transmisi yang masuk ke gardu.